
Tuhan sengaja membuat hati saya enggan untuk menulis, setidaknya melanjutkan cerita bersambung saya di blog ini. Entah kenapa, antara hati dan pikiran saya sedang tidak harmonis alias BERSETERU. Kalau ditanya apa penyebabnya, saya benar-benar tidak tahu. Suer, deh!
Pokoknya hati saya sedang tidak stabil. Gundah. Merasa tidak tenang. Konsentrasi hilang. Baru saja mengetikkan dua sampai lima kata, tiba-tiba seperti ada yang membisiki hati saya,”Sudahlah. Besok aja nulisnya. Jangan dipaksakan, mening kerjakan dulu yang lain.”
Satu sisi, berkecamuk ide di pusaran otak ini yang saya niatkan untuk saya tuliskan di blog ini. Mulai dari, kenapa sampai hari ini tidak ada rute pesawat Bandung-Bengkulu maupun sebaliknya, salat dhuhur berhadiah umrah, haji, dan Innova yang digagas walikota Bengkulu, Helmi Hasan, dan soal Kota Kembang disebut sebagai “Bandung, The City of Pigs” yang ditulis oleh blogger asal Bulgaria, Inna Savova beberapa saat lalu.
Seabrek ide yang berkumpul di meja redaksi otak saya sungguh hanya sebatas ide dan tidak benar-benar tumpah menjadi sebuah tulisan menarik, setidak-tidaknya menurut saya. Dan saya menyesal kalau ada ide ternyata tidak sampai lahir. Siapa yang tidak kesal kalau seseorang hanya hamil saja tetapi pas di-USG, eh ternyata bayinya lenyap entah ke mana, padahal-dia notabene sedang mengandung.
Untung saya tidak hamil dalam arti sama dengan para perempuan itu. Saya hanya hamil ide karena beberapa hari sebelumnya saya memang telah bersenggama dengan realitas beberapa kali, bahkan di tiap menitnya. Tetapi itulah, betapa pun saya melakukan persenggamaan-saya belum bisa bertanggungjawab atas apa yang saya lakukan.
Padahal, di tengah persenggamaan yang intim itu, sekuat tenaga saya sudah menyugesti diri bahwa saya harus bertanggungjawab. Tanggung jawabnya adalah saya harus menikahi ide itu sebaik-baiknya untuk kemudian menuliskan ide itu dalam bentuk tulisan. Pendek kata, saya hanya berani menghamili dan tak berani bertanggungjawab.
Intinya, kalau antara hati dan pikiran sama-sama tidak galau, sama-sama sehat, sama-sama seimbang, maka pastilah saya tetap konsisten melanjutkan menulis di blog ini tanpa ada alasan ini itu atau ina inu. Sekali lagi, kalau saya ditanya oleh siapa saja kenapa hati dan pikiran saya sedang tidak proposional, saya hanya jawab, “Tuhan masih membuat hati saya berselingkuh dengan yang lain.”
Jadi, balik-baliknya, saya adalah orang pertama yang tahu harus bagaimana saya selanjutnya supaya saya ini menyeimbangkan kembali perangkat tubuh ini: hati dan pikiran. Tidak harmonis bukan berarti tidak ada masalah di dalamnya, kan? Saya sebaiknya segera mengajak berdamai antara kubu hati dan pikiran supaya mereka membahagiakan saya. Sekarang!
cara menuliskan pergulatan yang keren…
Haha..lgi galu-sgalanya bkal kren om Ryan..
hahahaha… hebat euy.
kalau gitu galau terus aja. 😀
Apapun keadaannya-menulis gak boleh ditinggalin..haha
Klo hati dn pikiran berseteru, maka sy akan ikuti suara hati..
Nah, itu dia. Itu mesti dicontoh, tapi tampaknya, buat saya harus perlahan..he
Wah… rupanya ide itu bisa hamil juga ya… hehe 😀
Bisa hamil, dapat pula keguguran..:)
Hehe 😀
Cuit
galau aja jadi tulisan ya 🙂
Semua hal, aku kira bisa menjadi bahan tulisan ibuseno..he. Smangat, Bu!
hey, belum lama ini aku nulis soal janin cerita yang keguguran -.-
Nah, lho! Lebih menarik keknya, tu!..:)
Aha! kadang kegalauan serupa sering mampir ke saya juga. Kudu musti diperdamaikan sesegera mungkin, kalo gak pasti ide-ide di kepala akan terhempas kayak air terjun.
MOga bisa terwujud, hati dan pikiran berjalan seirama..haha
kadang fikiran dan hati nggak bisa kompak ya mas. Pengen nya mentingin sendiri-sendiri hehehe
Satu sisi, pikiran minta ini itu tanpa ingat ada hati, gitu sebaliknya..sulit damai..eh, kmana aja bru muncul nin Mbak Ririn..:)